OPINI

Pemanfaatan Pohon Aren di Desa Kuta Belum Maksimal

Di Desa Kuta Kecamatan Bantarbolang Kabupaten Pemalang banyak tumbuh pohon aren, terutama di lereng-lereng. Pohon aren ini tumbuh secara alami, karena pemilik tanah tidak menanam atau membudidayakannya.

Pemilik pohon aren biasannya menjual dengan sistem tebasan kepada tengkulak. Itupun dilakukan apabila ada tengkulak dari daerah lain yang masuk ke Desa Kuta untuk menebas pohon arennya, rata-rata tiap pohonnya hanya di hargai antara 40 -50 ribu rupiah. Oleh tengkulak , pohon aren tersebut ditebang dan dipotong-potong dengan ukuran panjang satu meter. Dan selanjutnnya di kirim ke salah satu pabrik pembuatan mie bihun di kota Semarang. Terlalu murah, memang. karena lokasi pohon aren itu berada di lereng-lereng yang tentunya tingkat kesulitannya lebih tinggi, jika dibandingkan di tempat yang datar.

Hanya itu yang didapatkan oleh pemilik pohon aren, padahal masih banyak manfaat dari pohon aren tersebut diantarannya buah yang diambil untuk di olah menjadi kolang-kaling, ijuknnya yang digunakan untuk membuat bahan sapu. Disamping itu Pada bagian bunga ini dihasilkan nira yang berasal dari penyadapan tongkol atau tandan bunga. Penyadapan nira ini dilakukan pada tandan bunga jantan karena bunga jantan dapat menghasilkan kualitas nira yang baik dan juga didapat hasil dalam jumlah yang banyak. Hasil dari air aren dapat diolah menjadi gula aren,  cuka dan minuman segar.

Untuk bisa memanfaatkan pohon aren secara maksimal butuh ketrampilan, jiwa usaha serta kemauan yang sangat keras. dan ini tentunnya membutuhkan dukungan dan perhatian pemerintah.

One thought on “Pemanfaatan Pohon Aren di Desa Kuta Belum Maksimal

  1. Saya Ibnu, warga desa kuta. Saat ini saya diamanahi sebagai salah satu pengurus Asosiasi Aren Indonesia Pusat pada divisi pengembangan SDM, melihat gambar pohon aren yang ditebangi sungguh sangat miris dan memprihatinkan, memang pengelolaan pohon aren di desa kita belum maksimal, ada beberapa orang sebenarnya yang sudah mencoba memetakan jumlah pohon aren di desa kita, bahkan sudah juga dilakukan penderesan air nira aren, namun setelah dididihkan dan dicetak belum berhasil. Masih terlalu encer untuk jadi gula merah.
    Harapan saya pihak desa berkenan untuk membantu mendatangkan ahli pembuat gula merah ke desa kita sehingga pengelolaan aren bukan saja hanya ditebang dan diambil sagunya tapi nira aren yang lebih berkesinambungan hasilnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *